Friday 28 June 2013

Kompetisi Menulis Plotpoint: Semangat...

“Tulisan ini untuk ikut kompetisi @_PlotPoint: buku Catatan si Anak Magang Film “Cinta Dalam Kardus” yang tayang di bioskop mulai 13 Juni 2013.”

Semangat… 

Aku ketemu kau ngobrol dengan kakak lelakiku, Robi. Dimataku, kulitmu putih, dan berhidung mancung. Tinggimu kala dari depan rumah, beda tipis dengan Robi. Kuintip lewat jendela kamarku. Berarti lebih tinggi dariku. Ini yang kusukai. Aku dengan Robi sama tinggi.

Jaka, kata Robi ketika kutanya siapa dia.

“Dina!”
“Ng...”
“Ganti sport dong. Bola,” pinta kakakku.
Jaka nonton bareng Robi di ruang tamu. Tiap malam minggu kau ke sini cuman nonton sepakbola doang. Tidak ada jatah untukku. Menonton serial CSI. Geram hatiku.


Mulailah aku dan kau. Jatuh hati. Di momentum yang sama. Tapi... ngakumu, dirimulah yang udah lamaaa banget menyukaiku.
Kau tahu aku pengen jadi penulis detektif. Kau memberiku komik Detektif Conan Super Digest Book edisi 20+ sampai 40+. Edisi 10+ terlewati, sebab kita belum jadian.
”Kamu belajar dari komik ini, Dina. Bagus banget. Kamu gak ikutin komiknya. Dari sini kamu tahu seluk beluk ngarang cerita detektif tuh kayak gimana,” saranmu ketika kita jalan-jalan di toko buku. “Ada trik dan tips, pengenalan tokoh, teknik berhipotesa.”

Kala waktu luang, kau ke gramedia. Cuma mengupdate keluaran buku detektif terbaru. Satu-satunya buku Sherlock Holmes, kau embat juga demi aku. “Sampul plastiknya sudah lepas. Tapi masih bagus kok. Kalau aku gak ambil. Tunggu lama, bertahun-tahun.” Kau meyakinkan diriku.
Gak ketinggalan Agatha Christie, ketemu, beli.

Kita bikin acara hari jadian kita di bawah pohon kedondong. Tahun kesatu. Kita duduk di atas penutup sumur dari seng. Kau rencanakan sebuah kue tart. Kau buat kartu kartun. Aku tahu kau tidak handal.
”Unyu…” ucapku ketika itu. Aku tertarik usaha kerasmu.

Setahun pisah, bertaburan buku terjemahan novel Sherlock Holmes dan Agatha Christie edisi cetak ulang.
“Wow! Aku mesti tabung uang demi mereka,” batinku. “Seandainya Jaka masih bersamaku. Akankah dia...?”
Kau ingin embel-embel Master bersanding di pojok namamu. Pertama saja, kau rajin mengkontakku. Bulan berikutnya. Suaramu sungguh kurindu. Apa sibuk, capek? Kau tak kunjung nge-bell ke HP-ku. BBM-an? Gak ngetren di luar negeri (Aku pahami hal ini). Tapi, kenapa sih dengan facebook, twitter, email-mu?
Aku tak sanggup. Apakah aku punya pacar atau tidak? Saban hari pikiranku bermain-main. Aku hampir stres. Kutahu kutak bisa begini.
Aku break sepihak, sementara. Adakah aku masih kekasihmu?

Meski hati perih. Kuberusaha keras bertahan. Jalani hidup tanpamu. Mereka-para novel-tetap mendampingi bukan sepertimu. Aku masih sayang padamu. Sayang pula pada pemberianmu. Sayang kubuang, sebenarnya… bagus untuk hapus luka hatiku. Merekalah yang memacuku. Mereka tetap berharga bagiku. Kapan saja, mereka membantuku. Mengilhamiku. Jadi inspirasiku.
Semenjak kuputus dirimu, fotomu, foto kita. Tinggal segenggam abu. Pengaruh sakit hatiku.

Aku rasa saatnya dia bertengger di depan mataku. Miniatur Conan Edogawa yang berkurung dalam kardus. Aku ambil dia. Dan kuletakan di meja tulisku. Meskipun kata-katamu akan selalu terngiang di telingaku sepanjang masa.
“Din, kamu taruh di mejamu. Ngetik-ngetik di laptop terus liat Conan. Supaya kamu, tetap semangat!” Kau tertawa besar.
Aku tersenyum.
Kau, inspirasi nyata di hatiku.
Suatu saat. Pasti terbit buku. Akan kuberi satu, kepadamu.

No comments:

Post a Comment