Wednesday 9 December 2015

Perayu Cinta

Nama dia, Laurent.
Berdiri di tengah-tengah alun kota. Orang-orang bertengger di railing jembatan. Banyak pasangan meluk-pelukan. Bercumbu di depan khalayak. Bercengkeraman sambil berjalan iringan di himpitan manusia dari berbagai usia, dari pelosok luar kota.
Perkara yang lazim di kota ternama dan terkenal seluruh dunia, kota romantik.
Seorang lelaki dewasa dalam kelompok mereka merangkul kaum wanita dalam modus penipuan.
Seorang perawakan tinggi kekar bak atletik. Berkemeja hitam mendatangi gadis itu. Tangannya menempel di dada, “Hi! Saya Laurent. Kamu bisa bicara bahasa Inggris?” katanya, dalam bahasa Perancis.
Gadis itu membalas dengan bahasa Perancis. “Ya, tentu.”
“Kamu darimana?”
“London.”
“Kamu terlihat begitu cantik. Aku kehilangan teman-temanku. Kamu tadi menyapaku, kamu mahir bahasa Perancis?”
“Itu hanya ucapan umum. Jadi aku bisa menjawab.”
“Merci,” sambung gadis itu. “Maukah kamu, kita sambil minum kopi bercerita?”
“Wow, dia yang malah mengajakku,” batin Laurent.
“Of course.”
Pelayan kemeja putih, celana hitam panjang, rompi hitam dengan apron. Membawa baki di di sebelah kepalanya. Dengan lincah dan sedikit atraksi dia memamerkan keahliannya dalam melayani pengujung. Meja kedai kopi itu terletak di luar kedai. Orang berlalu lalang. Pemandangan ciamik. Di hadapannya seorang wanita cantik. Geser sedikit dia bisa sambil melirik sekilas memantau gadis seksi yang barusan lewat. Bercelana pendek, tank top. Dua orang berkacamata hitam.
Pria jangkung bersenda gurau dengan wanita baru dikenalnya. Sampai subuh dia terbangun dengan amplop putih di samping ranjang. Di bawah kap lampu kuning mewadahi amplop tebal itu.
Berisi uang beberapa lembar. Kepalanya masih pening. Seingatnya dia minum kopi. Kenapa bisa di sini?
Biasanya dia merayu gombal wanita ke sini. Mengapa kali ini dia bisa lupa kejadian semalam.
-$-
Tak lama gadis itu muncul di media koran. Sebuah artikel tentang pekerjaan di rubrik Job di koran terbesar tersebut. Tampil sebagai dokter.
-$-
“Kenapa kamu jarang ngumpul bareng geng kami, kau jarang merayu 'cintamu'?”
“Aku berhenti. Mau cari uang halal.”
“Yah, betul kau temukan perempuan itu! Dia uang halalmu.”
Dia tak mengindahkan omongan temannya. Terbayang satu malam dengan dokter muda itu.
“Apa dia ada sekecil pun memikirkan diriku?”
“Kau gak pergi mencari dia.”
“Buat apa?”
“Kok buat apa? Kencani dia!”
“Kau tahu tempat kuliahnya, bukan?”
Laurent bergeming.
“Jangan terpakulah. Ini bukan dirimu. Kau orang yang gerak cepat!”
“Apa dia mau menerimaku? Jika tahu aku siapa.”
“Kau tanya saja dia. Tanyakan itu padanya bila kau ketemu dia.”




No comments:

Post a Comment