Monday 18 January 2016

Membaca Tak Harus Buku

Saya tak ada pengalaman menularkan virus membaca tapi saya ditulari virus itu secara tak langsung. Hingga merambat saya menyukai dunia menulis.

Ketika ditanya kapan saya mulai mengandrungi buku, saya kilas balik ke belakang. Saya dulu suka baca novel sewaan yang dipinjam oleh saudara perempuan saya. Sewaktu kecil seumur anak SD kepengin baca komik Sailor Moon punya teman tapi urung pinjam. SMP akhirnya punya juga sedikit koleksi komik kesukaan dengan komikus Jepang, Yoko Shoji.


Setelah lulus SMA, saya ke Samarinda. Di situ saya baru sadar jika saya begitu banyak membawa pulang buku-buku Kristen setelah saya pergi melihat-lihat toko buku di sana. Maklum di tempat saya tinggal kala itu tidak memiliki toko buku yang lengkap.
Suatu ketika mimpi itu berwujud. Toko buku hadir di Tarakan.
Bilamana pula toko buku yang bakal hadir di kota saya, saya malah tak merasa senang.
Apa sebab?
Karena saya bukan berada di kota Tarakan. Saya berada di Tanjung Selor. Suatu tempat yang luas namun tak ada satu toko buku. Pembukaan toko buku itu membuat saya iri hati. Mengapa di saat saya tak ada di Tarakan malah sudah buka. Toko buku lapakan jarang ditemui bahkan tak ada. Bukan seperti di kota-kota besar. Dengan mudah dan murah bisa membeli buku.

Saat SMP saya sempat terlintas pengin mengarang cerita ala remaja. Namun mentok. Mungkin ketika itu tak tahu cara menggarang cerita tak seperti zaman sekarang. Berlimpah tip dan trik cara menulis dan mudahnya lalu lintas mengirim (email) ke penerbit, majalah, atau koran. Kegiatan ini saya coba mengiring keponakan saya untuk belajar membuat cerita. Saya bujuk supaya mengirim ke media massa. Saya pernah mengencar keponakan saya untuk mencoba menulis cerita di koran dengan diiming-imingi bakal ada hadiah dan dia berhasil. Tulisannya berhasil terbit. Dia dapat tas. Lebih bangga lagi dia masuk koran. Hehe.

Di malam minggu saya beserta keluarga kakak saya dengan membawa anak-anaknya pergi ke toko buku. Setiap rak buku saya mengelilingi sekadar melihat-melihat atau menyegarkan pikiran. Saya sudah menganggap toko buku itu sebagai perpustakaan pribadi saya.

dok pribadi

Semua genre saya sukai kecuali horor. Alasannya bukan takut tapi tak percaya hal-hal berbau hantu-hantuan. Saya tak ada menganggarkan dana sekian untuk sebulan berbelanja buku. Namun saya sering dan senang meluangkan waktu berjam-jam duduk di bangku sambil menyelami dunia kata-kata. Bila ada buku menarik dan bermutu, yah saya beli lalu saya membungkusnya dengan sampul plastik selepas sesampai di rumah. Kemudian menindihkan di bawah tumpukan buku dalam rentang waktu tertentu agar bagian sisi buku tak mudah lepas dan membuatnya tampak rapi. Saya tidak betah mencari baju berjam-jam. Lebih sering keluar uang membeli buku daripada shopping baju.. Tak heran koleksi baju hanya beberapa dibanding buku.

Suatu ketika tersiar kabar toko buku tempat saya tinggal hendak ditutup. Lagi-lagi saya dibuat sedih. Kakak saya berkata, "Tempat nongkrongmu mau ditutup." Saya merasa sangat kehilangan. Sekaligus senang, tahu bahwa masih banyak penduduk yang tak merelakan penutupan toko buku tersebut.
Untung saja cuma pindah tempat.

Miris sekali!
Saya melihat koleksi buku berjubelan di rak-rak yang saya tonton di Running Man. Acara variety show asal Korea Selatan. Saya mendapati koleksi buku di negara kita sangat minim bila disanding dengan Korea Selatan. Saya terkagum-kagum. Belum lagi jika saya pergi ke sana. Toko buku di sana sangat besar, luas dan tentunya banyak buku. Komik juga tak ketinggalan.
Lalu langkah pemerintah pusat di mana? Soal gerakan membaca, masak hanya dari daerah dan berharap kepada penerbit buku saja. Ambil contoh, sekarang kota Surabaya sedang gencar dan berkampanye menjadikan sebagai kota literasi.
Padahal budaya membaca itu tidak merugikan. Suatu kegiatan positif. Lambat laun saya merasakan banyak manfaat dan ada suatu semacam pemikiran kreatif dalam mengambil keputusan jika kita sering menulis. Dan pastinya saya juga sering membaca. Saya suka membaca koran. Membaca itu tak harus sebuah buku yang tebal. Koran bisa. Bacalah yang ringan-ringan saja dulu. Jika tak suka suguhan berita politik kan ada pilihan bacaan yang menarik menurut kita sendiri. Banyak membaca juga mencegahmu dilanda penyakit pikun. Saya ada baca di sebuah buku: orang tersebut ditanyain apa resep supaya tidak mudah lupa.
Membaca, membawa kita mengetahui banyak hal, merubah pola pikir kita yang dulu kita tidak tahu menjadi tahu. Contoh mudah saja membaca resep masakan. Kita bisa memasak suatu menu yang kita idamkan lalu ternyata bisa membuatnya dengan mudah berkat membaca isi resep tersebut.

Saya salut dan berikan apresiasi kepada penerbit Stiletto Book dengan menghibahkan buku-buku ke kafe atau taman. Saya rasa Stiletto Book memberikan inspirasi bagi penerbit lain atau kepada saya dalam pembuatan isi cerita novel yang sedang saya buat. Semoga langkah Stiletto Book ini diikuti sama penerbit lain.

Kepada Penerbit Stiletto mungkin juga penerbit buku lainnya, saya menyampaikan saran atau ide. Jika seandainya para blogger buku sekarang banyak bermunculan nih apakah dengan sendirinya memberikan award bagi blogger dengan buku gratis bukan cuman resensi mereka terbit di koran. Siapa tahu bisa menarik pembawa lainnya.
Saya ikut komunitas blogger buku Indonesia (dalam proses) cuman sekadar kepengin dapat buku gratis (hihihi) dengan meresensi buku di blog.
Kedua, sebagai Penerbit Buku Perempuan dengan visi dan misi yang sangat jelas dan terarah, mengapa tak melebarkan sayap untuk membuka lini untuk anak-anak seusia anak sekolah dasar. Mewadahi mereka agar bisa menelurkan buku di usia belia. Mereka-mereka merupakan kaum perempuan kelak juga bukan? Berilah mereka kesempatan untuk berkarya.

Saya mengharapkan bakal ada banyak penerbit lain yang membuka lini anak-anak dalam menerbitkan buku.

Membaca buku juga saluran membunuh waktumu kala menunggu antrian ke dokter gigi dimana butuh waktu berjam-jam. Sesekali singkirkanlah gadget hape kamu. Kebanyakan sih yang saya alami banyak orang memilih mantengin hape daripada sebuah buku atau koran atau tabloid. Ayo!! Kita jangan sama kalah sama Presiden Obama yang rajin membaca buku di tengah sibuknya mengurus negara Amerika dan artis muda sekaliber Emma Watson membuat komunitas membaca yang awalnya dia iseng-iseng nge-twit di twitter. Buku-buku yang dibaca juga tak jauh dari tentang kesetaraan gender kemudian berdiskusi. Wow... dia sangat keren. Biasa saya meluangkan waktu sebelum tidur dengan mengikis tebalnya buku atau novel. Oh ya, hampir lupa, saya sering melakukan membaca koran sambil memakan nasi.
Mari belajar bersama meluangkan waktu baca buku dengan buku-buku yang engkau minati!





Tulisan ini diikutkan dalam "Lomba Blog Ulang Tahun Kelima Penerbit Stiletto Book"



Facebook: Setitiktinta

Twitter: @setitiktinta

Email: waidjie5@gmail.com



No comments:

Post a Comment