Friday 22 July 2016

Novel: Warung Ngopi Bab 2





Bab sebelumnya: Novel Warung Ngopi Bab 1


Kopi Di Rumah Lebih Enak


“Nah, betul. Anakku bohong. Dia pulang siang,” ujar ibu Tomi dalam hati.
Jam 2 siang, satu jam lagi waktunya ibu Tomi berbenah beresin warung. “Bilang kamu kerja, Tom?” kata ibu Tomi ketika Tomi datang menghampirinya.
“Iya.”
“Cepat pulang?” Matanya melahap wajah sang anak.
“Aku kerja malam lagi, Ma.”
“Apa? Sambung malam.”
Ibu Tomi tambah mendekat pada putranya, “Kamu benar pergi kerja?”
“Lho! Pagi tadi aku ada ngomong kan, Ma?”
Ibunya memukul pundak Tomi, “Mama mana tahu kalau kamu asal ngomong aja. Pekerjaanmu apa, Tom?”
“Pelayan di kafe.”
“Gajimu besar?”
“Nggak masalah besar, Ma. Asal aku bekerja di kafe. Sudah. Selesai.”
“Yah... lebih baik kamu kerja di luar. Daripada kamu dibicarakan tetangga. Kamu harus sungguh-sungguh bekerja di situ, Tom. Ketemu pekerjaan yang cocok.”
“Iya, Ma. Aku tahu.”
Ibunya lega sekarang. Bisa menjawab setiap pertanyaan yang nanti dilontarkan para tetangganya. Tidak seperti sebelumnya ia hanya berdiam.

***

Di tempat kerja Tomi menemukan sesuatu yang mengelitik hatinya. Putaran jam ia mengamati dan mengenal pelbagai orang yang sangat menikmati secangkir kopi hitam.
Kopi tanpa gula ataupun kopi susu.
Ia heran terhadap tingkah laku mereka. Kecanduan mereka. Mengapa bisa bertahan menyukai kopi pahit. Setiap hari. Bergelas-gelas selama bertahun-tahun?
Apa keasyikan dalam kopi?
“Cari apa, Tom?”
Tomi abaikan pertanyaan ibunya. Ia mengoprek-ngoprek di gudang. Dimana ya? Biasa di sini.
Tomi berteriak, “Mana kopi bubuk Mama taruh?”
Ibu Tomi duduk di lantai sembari kupas bawang. “Mama sudah bawa ke warung semua,” balas ibunya.
“Tadi siang Mama bilang ada di rumah.”
“Iya. Di lemari makan.”
Mendengar jawaban dari ibunya. Tomi melongokan kepala di pintu gudang yang terbuka. Ia tampak bingung dan keluar dari gudang menuju lemari makan. Berdiri di samping ibunya yang bersandar di pintu lemari. Ibu Tomi bergeser.
“Angin apa kamu cari kopi? Untuk apa kopi itu. Pulang kerja tanya kopi terus,” oceh ibunya.
Tomi menyingkap pintu lemari kayu. “Lho, Mama minum kopi?” suaranya tak terdengar jelas. Melongo kiri kanan, “Itu dia.” Tomi menangkap kopi bubuk di dalam plastik bening, membaui. Tak tahu sudah berapa lama berada di dalam plastik itu. Ia menduga kopi itu baru dibeli. Tetapi mengapa ditaruh di dalam lemari dan lagi ibunya tak pernah minum kopi sejak...
“Apa untuk tamu,” pikir Tomi.
Bubuk kopinya berwarna agak kecoklatan. Halus. “Hmm... Harum ya, Ma?”
“Enak kopi tuh.”
Tomi ingat betul ia pernah belikan kopi bermerk buatan pabrik. Ia sengaja beli untuk dicoba kepada ibunya. Tergolong mahal harga kopi kemasan itu. Namun ibunya melarang ia membeli lagi karena ibu Tomi lebih menyukai kopi buatan sini. Lalu kopi itu dibawa ke warung untuk peminum langganan.
Ia pun mencoba kopi yang ibunya bilang enak. “Halus betul.” Ia tuang air panas dari termos, lalu ambil sesendok kopi bubuk.
“Kebanyakan, Tom.” Ibu Tomi berhenti mengupas bawang dan bangkit. Menghampiri anaknya. “Sedikit saja dulu. Kamu belum pernah nyoba kopi.”
“Ma, segini doang,” Tomi memandang ibunya pertanda minta persetujuan.
“Hhm. Jam segini kamu minum kamu nggak bisa tidur nanti malam.”
“Ada Mama,” Tomi mengerling sambil mengaduk kopi, “Kalau aku telat bangun tolong Mama bangunin aku. Ok.”
Ibunya mengindahkannya.
Srrrut...
Tomi menyeruput sesendok. “Emm,” Lidahnya mengecap-ngecap di langit-langit. Bibirnya menyeringai. “Pahit...” Ia mengecap berulang-ulang, “Pahit, pahit.” Bahunya bergidik.
“Memang pahit.”
“Lantas kenapa hari ini ada kopi?” kata Tomi ingin memecah rasa keingintahuannya.
Mama yang minum.”
“Oh, kupikir untuk di warung.”
“Dulu aku kuat minum. Masa muda sampai berumah tangga. Sampai kamu besar mungkin SD.”
“Iya.” Tomi menatap gelas berisi cairan hitam setengah gelas. Seolah-olah di dalam cairan gelap itu menguak kenangan pagi masa lalu ke hadapan Tomi. “Aku masih ingat. Pagi-pagi bikin kopi untuk Bapak dan minum...”
Sejak Papa meninggal Mama berhenti minum.
“Aku kembali mengungkit masa dulu...” desis Tomi. Baru ia menyadari kesalahannya dan menatap ke ibunya.
Ibu Tomi bungkam. Ia melayang pandang ke gelas berisi kopi yang Tomi buat. Kemudian ia mendesah. “Itu sudah lewat.” Ibu Tomi berusaha menghibur anaknya. Padahal dirinya yang seharusnya dihibur. Ia telah mengikhlaskan dan melupakan kepergian suaminya yang terkena serangan jantung. Tapi kenangan bersama suaminya itu ia tak pernah lupakan. “Kenapa kamu minum kopi?” tanyanya.
Sebenarnya ia sendiri kepingin minum kopi bersama anaknya. Tapi bila ia ikut nimbrung. Bisa-bisa ia tak tidur semalaman hanya memikirkan masa-masa lalu.
“Aku pengen nyoba kopi gimana rasanya?” Tomi tambah susu kental ke gelasnya. Aduk rata. Sampai berubah coklat muda. Tak tahan rasa pahit. Baru ia bisa minum habis setelah tunggu ampasnya mengendap.
Tomi mikir dan mikir.
Lantas seperti apakah rasa biji kopi yang di dalam toples kaca di tempat kerjanya.




Bab selanjutnya: Novel Warung Ngopi Bab 3





No comments:

Post a Comment