Tuesday 13 September 2016

Novel: Warung Ngopi Bab 4



Bab sebelumnya: Novel Warung Ngopi Bab 3


Perkenalan Kedua Hari Ini... Sama



Bagaikan tangga nada.
Suatu hentakan irama bersumber dari sepatu hak tinggi from toe to heels. Makin naik semakin jelas. Namun terkesan berhati-hati. Takut tersangkut oleh heels-nya.
Tomi bisa menebak-seorang pengunjung wanita-disaat ia lagi berbincang dengan seorang pria tua, pelanggan warung.

Rambut sebatas bahu, bentuk mukanya nyaris serupa penyanyi muda Selena Gomez. Poni depan yang tipis. Titik hitam di samping pipi kanannya. Permanis rupa itu.
Ia telah lama menyimpan perasaan rindu terhadap seseorang yang bekerja di warung kopi modern ini. Tak sabar menunggu sambutan rangkulan dari orang tersebut.
Dan ia sedang mengamati.
Siapa cowok itu?
Punggungnya lebar. Tinggi. Pinggang kecil, body-nya segitiga terbalik mirip sketsa komikus manga dengan karakter yang tinggi kurus berkaki jenjang. Ia di pinggir meja. Menghadap ke pria tua. Berkemeja warna putih, lengannya digulung dengan gaya classic fold. Celana panjang hitam. Di pinggangnya diikat apron abu-abu. Dan... Sepatu pantopel hitam nan mengkilap.
Rambut tengah cowok ini keriting, sisi kiri dan kanannya tipis. Siapa dia?
Wanita muda itu melihat badan lelaki itu berbalik. Tapi wajahnya masih berbincang dengan pria tua. Melihat sisi kanan tampang itu.
“Tom...” gumamnya. Dia setinggi ini?
 Pak Sutejo memanyunkan bibirnya memerintah Tomi untuk berpaling.
Tahi lalat di atas dagu kanan... mengingatkanku... Wajah cantik itu bangkitkan kerinduan dalam jiwaku. Sekarang aku melihat dia setelah sekian puluh tahun.
“Tom...”
Benarkah dia? Yang menghampiriku, memanggilku?
Selama ini Mama seorang memanggilku gitu. Kecuali teman yang kenal dekat denganku sampai tahu nama panggilan rumahku.
Entah mengapa kalau Gei memanggilku, terasa enak di telingaku.
“Tom Tom.”
Tomi tertegun. Ia membatin, “Pada hari pertama aku lihat. Hari ini...”
Ia berjalan mendekati Tomi, “…kamu nggak mau menyapaku?” sambungnya.
Sama.
“I…ya.”
“Geizya… kamu kok gemuk!” Tomi melipat tangan di dada.
“Iya deh... mentang-mentang kamu tinggi semampai,” timpal Gee.
Kamu... cantik.
Pakaian Gee hari ini bergaya kasual, blouse dengan jeans. “Dia nggak memuji penampilanku sekarang. Pasti jauh berbeda dan aku modis,” Gee memuji diri dalam batinnya lalu berkata, “Dulu kamu nggak keriting. ”
“I... ya.” Tomi mengaruk rambutnya padahal nggak gatal. Dia ingat model rambutku.
“Aku ragu mau sapa kamu.” Gee melentangkan tangan, “Lama kita tak jumpa.”
Tomi gapai salaman itu, “12 tahun.”
“Nggak rasa yah.” Gee menghela, “Bagaimana, Tom? Cocok di sini?”
Tomi buka mulut. Tiba-tiba... tangan seseorang menjulur ke pinggang Gee, sontak Gee menoleh.
Allan memeluknya sejenak. “Nyampai kenapa nggak kasih tahu?”
Surprise.”
Tomi pura-pura celinguk ke kiri. Pak Sutejo memperhatikan Tomi. Tomi tersenyum kecut membalas tatapannya.
Memang seluruh karyawan diberitahu bakalan ada seseorang yang akan menggantikan Allan. Tomi tak sangka orang itu, Gee.
Dalam empat hari mendatang bosnya akan berangkat ke Jakarta. Mengecek keadaan kedai kopi kantor pusat. Sekalian kunjungi daerah-daerah penyuplai biji kopi maupun kopi bubuk berkualitas. Tekadnya ialah memberikan pengunjung merasakan kopi Indonesia berbagai macam rasa, aroma yang khas, unik.
Sejoli itu asyik bercakap-cakap. Seakan lupa kehadiran Tomi. Entah obrolan apa hingga sanggup memupuskan sapaan singkat Gee terhadap teman lama. Merasa tak dihiraukan Tomi segera melayangkan diri dari mereka.


Bab selanjutnya: Novel Warung Ngopi Bab 5



No comments:

Post a Comment