Glady Sparkling duduk
memeluk lututnya di anak-anak tangga di tepi kolam air mancur. Jelang malam
tahun baru, ia menangis tersedu-sedu. Teman-temannya entah kemana. Padahal tadi
ia bersama-sama dengan rombongan teman-temannya. Sebelum ia menyadari
ketidakhadiran temannya ia noleh ke kiri kanan tahu-tahu di antara kerumunan
orang ia tak melihat seorang teman di sampingnya.
Hanya…
Seorang lelaki muda memakai
fedora hat warna hitam. Rambutnya
yang pirang menyembul di balik topi. Ia jangkung. Iris matanya coklat.
Mendekati gadis muda itu
yang kenakan sepatu boots selutut
warna hitam, short pants. Lehernya dililit
fringe scarf.
“Hi,
girl! Why do you cry?”
Glady Sparkling tak
menyahut.
“May
I sitting here with you? Hi! I’m Philips.”
“Glady.” jawabnya memelas,
seenggukan. Pipinya basah oleh air mata.
“I’m
lost. I’m not found my friends.”
***
Menunggu detik terakhir
tahun 2013. Dua anak muda itu ngobrol sambil berfoto selfie bareng.
Tak lama berselang,
teman Glady menemukan Glady. Lalu Glady mengeluarkan sesuatu di tasnya. Di dalam
dompetnya ia menarik sebuah foto bersama temannya. Mereka bertiga. Glady berada
di tengah.
Ia menulis sesuatu di
belakang foto, “Find Me.”
***
Media massa melacak
keberadaan Glady Sparkling semenjak Philips meng-update status di dinding Facebook-nya.
“I am falling in love with this girl
where I met her in somewhere.”
Entah bagaimana berita
itu tersiar melebar ke seluruh penjuru.
Philips boleh-boleh
saja mengetahui keberadaan gadis itu dari para wartawan. Dan apabila mau
Philips dapat mengandalkan ketenarannya di social
media, internet untuk mencari gadis itu.
But,
ia tak menginginkan info itu.
Philips berprinsip
bahwa ia sendiri akan mencari gadis itu. Atau menemui sendiri dengan tangannya
sendiri.
*
No comments:
Post a Comment